Friday 24 April 2015

PETER L. BERGER – KONSTRUKSI SOSIAL (Pembetukan Realitas Secara Sosial : Sintesa Strukturalisme dan Interaksionisme)



Pemikiran Berger mengenai konstruksi sosial dituangkan dalam Karya yang terkenal, yaitu Inovation to Sociology (1963) dan The Social Construction of Reality (1966) yang ditulis bersama temannya, Thomas Luckmann. Dalam bukunya tersebut, dinyatakan bahwa realitas terbentuk secara sosial, oleh karenanya sosiologi sebagai ilmu pengetahuan harus menganalisa bagaimana proses tersebut terjadi.
Menurut Berger, sosiologi merupakan usaha sistematis untuk memahami dunia sosial tanpa harus terpengaruh oleh berbagai harapan dan kecemasan. Untuk menjadi seorang sosiolog, orang tidak musti harus menjadi seorang propagandis atau pengamat yang mati rasa, melainkan ia harus berada dalam ketenggangan eksistensial dengan nilai-nilai seseorang, khususnya nilai-nilai yang dipegang teguh. Pemikiran Berger mengenai konstruksi realitas secara sosial dipengaruhi oleh gurunya, yaitu Alfred Schutz. Kuliah-kuliah yang diberikan Schutz mendorong Berger untuk mengembangkan  model teoritis sosiologi mengenai bagaimana dunia sosial terbentuk.
Berger berpendapat bahwa realitas sosial secara objektif memang ada, tetapi maknanya berasal “dari” dan “oleh” hubungan subjektif (individu) dengan dunia objektif. Senada dengan fenomenologis, Berger menyetujui bahwa dalam dunia sosial terdapat realitas berganda yaitu realitas sehari-hari dan realitas ilmiah. Realitas sehari-hari merupakan realitas yang teratur, terpola dan diterima begitu saja tanpa dipermasalahkan.
Menurut Berger, terdapat tiga elemen dalam masyarakat yang bergerak secara dialektis, yaitu : internalisasi, eksternalisasi dan objektivasi. Internalisasi merupakan proses dialektis dari pembentukan relitas dimana sosialisasi terjadi. Kemudian, eksternalisasi merupakan ‘momen’ dalam proses dialektis dimana individu secara kolektif dan perlahan-lahan mengubah pola-pola dunia sosial objektif. Ekternalisasi ini menunjukan proses dimana manusia yang belum disosialisir sepenuhnya bersama-sama membentuk realitas baru. Sementara itu, objektivasi merupakan momen dalam proses dialektis dari pembentukan relitas yang membatasi realitas sosial objektif.
Berger menegaskan bahwa realitas kehidupan sehari-hari memiliki dimensi subjektif dan objektif. Manusia merupakan instrumen yang menciptakan realitas sosial yang ‘objektif’ melalui proses eksternalisasi, tetapi disisi lain ia juga memperngaruhinya melalui proses internalisasi yang mencerminkan realitas subjektif.
Masyarakat sebagai realitas objektif dapat dilihat melalui hubungannya dengan lembaga-lembaga sosial sebagai produk dari kegiatan manusia. Hukum dasar yang mengendalikan dunia sosial yang objektif adalah keteraturan. Sosiologi melihat keteraturan sebagai prasyarat primer kehidupan sosial, serta memandang masyarakat dalam esensinya sendiri merupakan tertib yang semestinya ada atas serangkaian pengalaman manusia yang berubah-ubah. Dengan demikian, Berger memandang bahwa masyarakat di satu sisi tidak menginginkan adanya kekacauan, tetapi disisi lain masyarakat juga merasa bosan dengan situasi yang vakum.
Sementara itu, masyarakat sebagai realitas subjektif dapat dilihat dari dua momen proses dialektis pembentukan realitas sosial, yaitu internalisasi dan eksternalisasi. Melalui proses internalisasi (sosialisasi) individu dihadapkan pada agen-agen sosialisasi yang memperkenalkannya pada dunia sosial objektif. Realitas objektif tersebut kemudian diinternalisasikan berdasarkan penafsiran dari individu yang bersangkutan. Sehingga setiao individu memiliki “versi” realitas yang dianggapnya sebagai cermin dari dunia objektif.
Dalam struktur sosial, terdapat peranan perilaku terpola yang mana di dalamnya individu menjalankan kegiatan yang sesuai dengan ukuran-ukuran pelaksanaan peranannya tersebut. Berger memandang peranan sebagai unit dasar aturan terlembaga yang ojektif. Berger tidak melihat masyarakat sebagai produk akhir, melainkan sebagai sebuah proses yang sedang terbentuk. Dalam masyarakat terdapat proses diamana suatu realitas mampu membentuk dan juga menghambat para pratisipannya. Realitas masyarakat objektif membebaskan  aktor untuk memilih sejumlah pilihan, namun pilihan tersebut bersifat terbatas.
Sama seperti halnya Weberian, Berger dan Luckmann menyetujui bahwa dunia institusional yang objektif ini membutuhkan legitimasi. Legitimasi sendiri merupakan “cara penjelasan atau pembenaran” sebagai asal-usul serta proses pembentukan pranata sosial. Legitimasi berasal dari interaksi antar individu yang menjadi tanda terima bagi dunia sosial objektif. Dalam padangan Berger, sekulerisasi merupakan sebuah dilema yang mengancam kepercayaan dan pengalman keagamaan bagi masyarakat modern. Padahal menurutnya, agama merupakan benteng yang paling tangguh untuk melawan eksistensi tanpa-atri (meaninglessness). Agama merupakan sumber legitimasi yang paling efektif dalam dunia sosial. Namun dengan adanya sekulerisasi, maka terjadilah penyusutan kepercayaan dalam upaya untuk memberikan arti lebih dari sebuah eksistensi.



0 comments:

Post a Comment